Pada tahun 1761, Giovanni Battista Morgagni, seorang ahli anatomi Italia, menerbitkan karya terbesarnya, “De Sedibus et causis morborum per anatomen indagatis,” yang diterjemahkan menjadi “Kursi dan Penyebab Penyakit yang Diselidiki oleh Anatomi.” Karya Giovanni ini mencakup deskripsi kanker pankreas, tetapi karena pada waktu itu evaluasi mikroskopis tidak mungkin dilakukan, maka diagnosis kanker pankreas masih belum pasti. Pada tahun 1858, Jacob Mendez Da Costa, seorang dokter Amerika, mempelajari karya Giovanni dan melakukan evaluasi mikroskopis pertama adenokarsinoma (yang kemudian disebut kanker pankreas), dan mengidentifikasinya sebagai penyakit. Sejak tahun 1960-an, tingkat kelangsungan hidup kanker pankreas stagnan dan memiliki harapan hidup yang rendah, yaitu antara hingga 8% (yang mana angka ini menetap selama hampir 50 tahun). Saat ini, di seluruh dunia ada sekitar 8,2 juta orang yang meninggal karena kanker di setiap tahunnya. Ada sekitar 496.000 kasus kanker pankreas baru di setiap tahun, dan kanker pankreas merupakan kanker pembunuh terbesar keempat di dunia, yaitu antara hingga 8% (yang mana angka ini menetap selama hampir 50 tahun). Kanker pankreas sangat mematikan karena sebagian besar sering terdiagnosis pada stadium yang sangat terlambat. Tidak seperti kanker paru-paru atau usus besar, penyakit ini tidak menimbulkan banyak gejala pada stadium awal. Sebagian besar kasus ditemukan setelah gejala menetap dalam beberapa waktu dan memberat; dan sayangnya hal ini seringkali merupakan gejala pada saat kanker sudah masuk ke tahap lanjut antara lain, mata dan kulit yang menguning (ikterik), penurunan berat badan, perubahan warna buang air besar, serta gejala yang berhubungan dengan penyebaran kanker di organ lain.
Faktor Risiko dan Predisposisi Genetik dari Kanker Pankreas
Deteksi terhadap penyakit penyerta penting diketahui untuk memprediksi adanya faktor risiko dan/atau predisposisi terhadap kanker pankreas. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa kanker pankreas berhubungan dengan kebiasaan merokok, paparan terhadap bahan kimia dan logam berat seperti konsumsi alkohol yang berlebihan, beta-naphthylamine, benzidine, pesticide, asbestos, dan benzene juga meningkatkan risiko terjadinya kanker pankreas.
Peningkatan indeks massa tubuh juga dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya kanker pankreas. Sebuah studi yang melibatkan 8.091 pasien kanker pankreas menunjukkan bahwa mereka yang memiliki aktivitas fisik rendah berisiko memiliki kanker pankreas lebih besar dibandingkan mereka yang aktif bergerak. Pola diet yang tinggi daging/makanan olahan/instan juga berisiko terhadap kejadian kanker pankreas. Orang yang memiliki pankreatitis kronis; atau peradangan pada pankreas dalam jangka waktu lama; berisiko 7,2 kali lebih besar berkembang menjadi kanker pankreas. Pasien dengan hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik juga berisiko mengalami kanker pankreas.
Hubungan antara diabetes melitus (DM) dan kanker pankreas merupakan hal yang rumit. Sebuah studi yang melibatkan 2.122 pasien dengan diabetes menunjukkan bahwa pada kelompok 1% pasien DM yang berusia lebih dari 50 tahun akan terdiagnosis memiliki kanker pankreas dalam tiga tahun. Kondisi prediabetes atau kondisi dimana seseorang belum benar – benar mengalami diabetes juga berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kanker pankreas. Sebuah penelitian yang melibatkan terhadap 2.408 pasien? studi prospektif menunjukkan bahwa setiap peningkatan gula darah puasa sebesar 0,56 mmol/L atau setara dengan 10 mg/dL berhubungan dengan peningkatan insidens kanker pankreas sebesar 14%.
Predisposisi Genetik
Kanker pankreas diduga memiliki hubungan dengan komponen familial pada sekitar 10% kasus. Sebuah studi retrospektif pada 175 keluarga dengan riwayat kanker pankreas, mutasi genetik ditemukan pada 28% keluarga. Gen yang terganggu/bermutasi umumnya yang berhubungan dengan pathogenic germline alteration (PGA); di antaranya yaitu BRCA1, BRCA2, MLH1, MSH2, dan TP53. Familial pankreatitis dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker pankreas sekitar 26 kali lebih tinggi dari populasi umum.
Bagaimana Skrining dan Deteksi Dini Kanker Pankreas?
Sayangnya, belum ada rekomendasi untuk skrining rutin kanker pankreas pada populasi yang tanpa gejala. Namun pada sebuah penelitian yang melibatkan individu yang tidak bergejala (asimtomatik) tetapi berisiko tinggi (memiliki keluarga ‘first degree’ (orang tua dan/atau anak) dengan kanker pankreas), skrining dilakukan menggunakan endoscopic ultrasound (EUS) sebagai Cancer of Pancreas Screening 2 (CAPS2); dan didapatkan neoplasma pankreas pre-invasif pada 10% individu risiko tinggi. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian lainnya, sehingga EUS merupakan sebuah metode deteksi dini/skrining yang disarankan untuk mereka yang memiliki risiko (terutama riwayat keluarga dengan kanker pankreas). Metode canggih lain yang mulai diperkenalkan adalah dengan menginvestigasi biomarker microRNA dan pembuatan profil serum metabolisme. Upaya yang bisa kita lakukan adalah mengetahui gejala lebih awal.
Hari Kanker Pankreas Sedunia diperingati setiap tanggal 18 November. Hari Kanker Pankreas Sedunia diprakarsai agar orang-orang bersama-sama membantu menyosialisasikan pengetahuan tentang kanker pankreas dan meningkatkan kesadaran tentang pencegahan serta pengobatannya. Masih banyak orang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kanker pankreas; termasuk faktor risiko, gejala, tanda, diagnosis, dan tata laksananya. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus agar kewaspadaan terhadap kanker pankreas meningkat sehingga dapat mengoptimalkan deteksi dini, mengupayakan terapi kuratif, serta meningkatkan angka harapan hidup (NIN/WIN).
dr. Herwindo Pudjo Brahmantyo, Sp.PD, K-H.Onk.M
dr. Nina Nur Arifah, Sp.PD, K-H.Onk.M
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Staf Medik dan staf Pengajar Hematologi dan Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya – RSUD dr. Saiful Anwar, Malang